Bppi02

Kunjungan Kerja Ke Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan Denpasar

Dengan berkembangnya Taman Wisata Studi Lingkungan (TWSL), sarana edukasi (Laboratorium Perikanan dan Ilmu Kelautan), maka perlu adanya sinergi antara wisata dan edukasi yang berbasis pada potensi spesifik lokasi daerah. Potensi kawasan pesisir di wilayah Kota Probolinggo sangat memadai untuk dikembangkan sebagai pusat studi dan ekowisata bagi masyarakat. Oleh karena itu Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Probolinggo akan mengembangkan Wahana Edukasi Ekowisata Pantai (WEEP) yang berlokasi di wilayah Kelurahan Mangunharjo Kecamatan Mayangan Kota Probolinggo. Sehubungan dengan rencana pengembangan Wahana Edukasi Ekowisata Pantai (WEEP), Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Probolinggo melakukan koordinasi dan studi referensi ke Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan di Denpasar – Bali yang dilaksanakan pada tanggal 28-30 September 2016.

Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan di Denpasar, sebelumnya adalah Balai Mangrove (Tahun 2007). Dengan adanya merger Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ( LHK) maka tahun 2016 kelembagaannya berubah menjadi Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan dengan wilayah kerja Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Inisiasi awal terbentuknya ekowisata mangrove karena pada awalnya areal hutan mangrove seluas 1.573 Ha diwilayah Kabupaten Badung dan Kota Denpasar banyak yang rusak karena pada tahu 1980 s/d 1990 Pemerintah Daerah setempat bekerja sama dengan pihak swasta ( CV. Harapan ) membuka dan mengembangkan budidaya tambak intensif udang windu, sehingga areal hutan mangrove sebagian besar beralih fungsi menjadi tambak intensif. Dalam rangka memperbaiki kerusakan lahan hutan mangrove, Pemerintah Daerah telah berupaya melakukan rehabilitasi lahan tetapi tidak maksimal. Baru pada tahun 1992 Pemerintah Jepang melalui JICA ( Japan International Cooperation Agency ) melakukan rehabilitasi secara besar-besaran terhadap 200 Ha tambak untuk dikembalikan fungsinya sebagai hutan mangrove di wilayah Bali dan Nusa Tenggara Barat. Dalam kurun waktu 1992 s/d 1999 upaya pengembangan hutan mangrove dilakukan secara intensif mulai pembibitan, penanaman dan pengembangannya.

Hal ini dikukung oleh Pemerintah Daerah setempat dengan membuat regulasi yang mewajibkan setiap PNS yang berulang tahun untuk menanam mangrove di area yang direhabilitasi. Dengan berhasilnya rehabilitasi hutan magrove maka sering dikunjungi sebagai tempat study referensi bagi daerah-daerah lain yang ingin melakukan rehabilitasi mangrove, sehingga akhirnya dibuka sebagai Ekowisata yang dikelola oleh Pemerintah Daerah menjadi Tahura ( Taman Hutan Raya ). Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan masih melayani konsultasi dan fasilitasi pelestarian mangrove dan pernah menangani penyusunan Grand Design ekowisata mangrove di Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur dan Indramayu yang dibiayai dari CSR PERTAMINA. Untuk Kota Probolinggo masuk wilayah pengembangan dan pembinaan Balai Besar Daerah Aliran Sungai (BB DAS) Brantas. Dibeberapa daerah di Bali sudah terbentuk Forum Peduli Mangrove. Pada tahun 2001 JICA kembali ke Indonesia untu dengan proyek Pusat Informasi Mangrove.

Langkah-langkah yang disarankan dalam rencana pengembangan Wahana Edukasi Ekowisata Pantai (WEEP) dengan memadukan unsur edukasi, konservasi dan rekreasi adalah

  1. Membentuk Kelompok Kerja (POKJA) Mangrove dengan melibatkan pihak-pihak terkait. Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pertanian, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pendidikan (agar bisa mengalokasikan waktu bagi siswa sekolah untuk rekreasi ke areal mangrove secara periodik melalui program sekolah), Dinas Pariwisata, CSR
  2. Menyusun Grand Design untuk Wahana Edukasi dan Ekowisata Pantai (WEEP) yang dilengkapi sarana. Edukasi (pondok yang dilengkapi dengan buku – buku tentang mangrove, seperti di ekowisata mangrove Pekalongan), Konservasi (vegetasi dan biota yang hidup pada ekosistem mangrove), Rekreasi (trakking di areal mangrove, camping ground, dll.)
  3. Study referensi ekowisata mangrove yang disarankan untuk dikunjungi : Ekowisata Mangrove di Wonorejo – Surabaya, Ekowisata mangrove Pekalongan ( dilengkapi dengan pondok dan mini library yang menyediakan buku-buku tentang mangrove), Wisata mangrove di Muara Angke – Jakarta ( dengan membayar Rp.100.000,- pengunjung bisa menanam 1 batang pohon mangrove dan namanya tertulis di lokasi tersebut serta mendapat souvenir berupa kaos), H.Ali Mansur di Tuban merupakan perorangan yang mengembangkan ekowisata mangrove, Ekowisata mangrove di Indramayu yang pengembangannya dibiayai oleh CSR PERTAMINA, Taman Hutan Raya Denpasar yang sekarang pengelolanya diserahkan kepada Pemerintah Daerah Propinsi Bali (Sebagai tempat rekreasi tiap pengunjung ditarik retribusi dewasa Rp10.000,-, anak-anak Rp.5.000,-, sedangkan untuk foto pre wedding Rp.300.000,- s/d Rp.400.000,- dengan disediakan fasilitas tempat ganti baju untuk pemotretan. Sebagai tempat edukasi tiap tahun melakukan seleksi di sekolah-sekolah untuk difasilitasi mengikuti Summer Camp di area wisata mangrove saat liburan sekolah)
  4. Pihak terkait yang bisa dihubungi dalam rangka mendukung rencana pengembangan Wahana Edukasi dan Ekowisata Pantai: KSDA, kerjasama untuk mendapatkan binatang sample, CSR yang punya anggaran besar untuk pelestarian lingkungan, khususnya dalam pengembangan ekowisata mangrove adalah PERTAMINA. Berdasarkan pengalaman beberapa tempat yang ingin mengembangkan ekowisata mangrove pihak PERTAMINA bisa dimintai bantuan untuk penyusunan Grand Design Ekowisata Mangrove sampai dengan pengembangannya. Yang perlu disiapkan adalah proposal kepada pertamina yang ditanda tangani oleh Kepala Daerah.

Dalam rangka memberikan kesadaran kepada masyarakat sekitar hutan mangrove untuk turut melestarikan hutan mangrove, maka Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan melakukan sosialisasi dan pelatihan pengolahan buah mangrove menjadi berbagai produk olahan mangrove seperti abon mangrove, sirup mangrove, coklat mangrove, nugget mangrove dan lulur kecantikan berbahan mangrove. Pihak Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan juga bersedia bila dibutuhkan / di undang sebagai nara sumber dalam pelatihan aneka olahan berbahan mangrove.

Disamping itu Kami juga sempat mengunjungi kolam pancing D’Tukad Mancing yang ada di Desa Budaya Kertalangu jalan Raya By Pass Ngurah Rai Denpasar Bali yang dikelola oleh pihak swasta. Kolam pancing ini sebagai tempat rekreasi keluarga yang dipadukan dengan rumah makan, dilengkapi dengan play groud untuk anak-anak dan jogging track. Kolam pancing ini menyediakan pancing dan umpan dengan sewa Rp.13.000,-/buah. Ikan hasil pancingan di timbang dan dijual perkilo, untuk ikan lele dengan harga Rp28.000,-/Kg, ikan patin dan ikan bawal Rp.39.000,-/Kg. Pihak pengelola juga menyediakan jasa memasak ikan hasil pancingan dengan pilihan menu ikan bakar dan ikan goreng, dengan ongkos memasak sebesar Rp.15.000,-/Kg.

bppi01

Ir. Budi Krisyanto, M.Si dan Ir. Hj. Esti Wening Saraswati, MP

bppi03

Taman Hutan Raya dan Fasilitas Tracking

bppi04

Berbagai macam produk olahan berbahan dasar mangrove

 

(Team Admin Website DKP Kota Probolinggo)